Beranda Berita Utama Ancaman Nirmiliter Itu Bernama Narkoba

Ancaman Nirmiliter Itu Bernama Narkoba

0
BHARATANEWS.ID|PURWAKARTA – Beberapa waktu yang lalu kita dikagetkan berita dari media massa,  terkait penyitaan kokain seberat 16,5 ton oleh otoritas Amerika serikat dari sebuah kapal Kargo MSC Gayane di pelabuhan philadelphia.

Kokain itu ditaksir bernilai lebih dari US$ 1milliar ( Rp 14 triliun) di pasar narkoba, yang mencetak rekor bersejarah di AS. Sedangkan di Indonesia disaat hampir bersamaan Bareskrim Polri memusnahkan sebanyak 137 kg narkoba jenis methaphetamine atau sabu yang merupakan barang bukti kasus sindikat narkoba jaringan Malaysia – Indonesia.

Hal itu merupakan sebagian informasi atas maraknya perederan gelap narkoba yang telah terungkap dan masih banyak lainnya yang belum terungkap.

Ingatkah kita ?

Hari ini, 26 juni  merupakan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI). Penetapan 26 juni sebagai Hari Anti Narkotika Internasional dicanangkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 26 juni 1988.  Peringatan ini setiap tahunnya untuk memperkuat aksi  dan kerjasama secara global.

Tanggal ini dipilih dengan mengambil momen pengungkapan kasus perdagangan opium oleh Lin Zexu (1785 – 1851) di Humen, Guangdong, Tiongkok. Lin Zexu adalah pejabat yang hidup pada masa kaisar Daoguang dari Dinasti Qing. Ia terkenal perjuangannya menentang perdagangan opium di Tiongkok oleh bangsa – bangsa asing.

Kala itu, Lin Zexu melihat negaranya semakin terpuruk karena harta negara terus mengalir ke Inggris untuk membeli obat terlarang, dan ada ketergantungan akan opium. Oleh karena itu, Lin bertekad menumpas obat terlarang. Usahanya ini akhirnya memicu Perang Candu antara tiongkok dan Inggris.

Kemudian, kaisar Daoguang memanggil Lin Zexu untuk membahas penerapan larangan terhadap perdagangan opium. Di hadapan kaisar,  ia menegaskan bahwa opium harus dilarang karena konsumsinya menghabiskan kekayaan negara.

 Bagaimana di indonesia ?

Di awal Orde Baru, Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) menerima instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1971, untuk melakukan langkah – langkah penanggulangan 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyeludupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing, dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Badan Koordinasi Pelaksanaan  (Bakolak) Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil – wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung dan lain – lain, yang berada dibawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN.

Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapatkan alokasi anggran sendiri dari APBN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.

Ketika itu, permasalahan narkoba di indonesia masih merupakan permasalahan kecil serta Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan, bahwa permasalahan narkoba di indonesia tidak akan berkembang karena bangsa indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis.

Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa indonesia lengah terhadap bahaya ancaman narkoba, sehingga pada saat permasalahaan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.

Pasca Reformasi Pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) namun badan ini masih dianggap kurang efektif dikarenakan tidak memiliki kewenangan operasional. Oleh karenanya pada tahun 2002 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan BNN. Sebagai sebuah Lembaga forum dengan tugas mengkoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah kewenangan operasionalnya.

Dengan demikian Narkoba dapat dikategorikan sebagai ancaman nirmiliter yang perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai elemen bangsa. Narkoba adalah ancaman nirmiliter yang akan menyerang ketahanan nasional terutama dalam bidang sosial budaya dan ekonomi. Kombinasi dalam tiga hal ini dapat ditunjukan bahwa, kartel narkoba internasional melihat indonesia sebagai potensi pasar yang sangat prospektif dikarenakan jumlah penduduk indonesia sangat besar.

Sudah banyak warga negara kita yang menjadi korban, baik itu sebagai pengguna maupun pengedar. Pengedar sebetulnya adalah korban. Korban atas kapitalisasi narkoba yang tinggi dan menggiurkan. Ancaman nirmiliter seperti ini nyata dan didepan mata. Apa jadinya jika setengah anak muda indonesia terkena dampak ancaman ini. Masa depan bangsa ini sungguh bisa menjadi lemah dan tidak berdaya.

Bertolak dari hal tersebut diatas, maka sebaiknya, mau tidak mau, sisi demand reduction atau upaya pencegahan adalah hal yang utama yang harus dilakukan, selain tentu saja melalukan supply control dan harm reduction bagi yang sudah terkena. Oleh karena itu, strategi yang paling mendasar adalah pencegahan yang dimulai pada lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan.

Untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas narkoba haruslah dengan pendekatan sistem (system approach) secara komprehensif dan terpadu yang melibatkan seluruh warga sekolah / kampus dan orang tua siswa / mahasiswa dengan dukungan tokoh masyarakat, lembaga pemerintah terkait dan penegak hukum serta LSM.

Pesatnya dunia informasi hendaknya disikapi dengan positif dan bijak begitu juga dalam memilih lingkungan pergaulan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk terhindar dari maraknya penggunaan narkoba. Semoga negara kita mampu menjadi negara yang bebas narkoba dalam kurun waktu 10 tahun kedepan. Wallahu a’lam bish- shawab.

Penulis : Eko Surya Effendi
Ketua PC HPN (Himpunan Pengusaha Nahdliyin) Purwakarta.

Memberikan Komentar anda