Beranda Berita Utama Sidang Lanjutan KSP SB: Aliansi KSB Bersatu vs Paguyuban Anggota Murni, Konflik...

Sidang Lanjutan KSP SB: Aliansi KSB Bersatu vs Paguyuban Anggota Murni, Konflik yang Meningkat di Ruang Sidang

0

BHARATANEWS.ID | KOTA BOGOR – Sidang lanjutan dalam kasus KSP SB kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA, Jalan Pengadilan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor pada Jumat (07/07/23). Agenda sidang kali ini adalah duplik yang diajukan oleh tergugat melalui penasehat hukum KSP SB, Dakka M Silitonga SH.

Sidang ini bertujuan untuk menguatkan jawaban tergugat yang umumnya berisi penolakan terhadap gugatan dan replik dari penggugat. Ketua Majelis Hakim Rosnainah memimpin sidang tersebut, dengan Anggota Ummi Kusuma Putri dan Daniel Mario Halashon Sigalingging.

Sebelum sidang dimulai, ratusan massa yang mayoritas perempuan melakukan aksi di depan kantor PN Kota Bogor. Mereka mengatasnamakan Aliansi Anggota KSB Bersatu dan melakukan aksi damai sambil menyuarakan keinginan mereka untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan.

“Kami adalah perwakilan dari 53 ribu anggota KSB yang tersebar di seluruh Indonesia. Kami yang selama ini terdiam, taat pada aturan hukum, UU perkoperasian, dan hasil keputusan RAT yang mengikat. Kami hadir di sini bersatu untuk menyampaikan kepada para hakim bahwa telah terjadi kriminalisasi koperasi dan perampasan hak kami sebagai anggota KSB,” ungkap Mulyadi, Koordinator Aksi dari Aliansi Anggota KSB Bersatu.

Skandal KSP Sejahtera Bersama: Korban Mengalami Penderitaan, Gila, Sakit, dan Diusir dari Tempat Tinggal

Mulyadi menyatakan bahwa anggota KSB adalah pemilik dan pengguna jasa, bukan korban dalam hal ini. Ia mengajak semua anggota untuk bersatu dan memulihkan kembali esensi koperasi melalui musyawarah dalam RAT.

“Kami juga meminta pemerintah, terutama Kemenkop RI, yang seharusnya berada di garda terdepan untuk melindungi seluruh anggota, bukan hanya sekelompok anggota saja. Namun, kenyataannya, pemerintah justru melakukan upaya kriminalisasi dan provokasi dengan pernyataan negatif di media,” tegasnya.

Menurutnya, kondisi seperti ini akan menciptakan kegaduhan sosial di dalam koperasi dan berpotensi melibatkan pelaporan kriminalisasi koperasi ke kantor polisi serta kerusuhan antar anggota koperasi.

“KSB tidak pernah mendapatkan fasilitas jaminan pinjaman kredit dari pemerintah, modal penyertaan, atau dana talangan, padahal selama berdiri KSB telah banyak berkontribusi pada pemerintah, terutama Kemenkop RI, dan mendapatkan penghargaan seperti Satya Lencana,” ungkap Mulyadi.

Dalam kasus ini, KSB menjadi korban regulasi yang merusak nilai-nilai dan prinsip dasar koperasi dengan diterbitkannya UU No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

KSB selalu menjalankan RAT sebagai kekuasaan tertinggi dalam koperasi, dengan melibatkan LPJ pengurus pengawas, RAPBK, pembelian aset, penyertaan modal, penggajian, dan pemilihan pengurus. Semua keputusan tersebut dilakukan secara transparan dan sah yang mengikat seluruh anggota.

“Mengenai kasus yang menjerat terdakwa IS dan DZ, hal itu mengganggu kinerja pengurus dalam menjalankan usaha dan memenuhi kewajiban yang sudah diputuskan dalam homologasi. Tidak ada satu pasal pun yang didakwakan secara sah dan meyakinkan dalam fakta persidangan. Kami yakin bahwa pengadilan ini adalah tempat untuk mencari keadilan, bukan ketidakadilan atau penghukuman,” kata Mulyadi.

Sementara itu, pihak penggugat yang menyebut diri mereka sebagai Paguyuban Anggota Murni juga menyuarakan aspirasi mereka. Mereka meminta agar tergugat dihukum seberat-beratnya karena merasa ditipu dan dirugikan.

“Sebagai salah satu korban dari 180 ribu anggota KSB, saya merasa sudah ditipu dan dirugikan. Uang saya sebesar 200 juta rupiah sudah 3 tahun tidak bisa diambil,” ujar Raja, salah satu anggota Paguyuban Anggota Murni Koperasi Sejahtera Bersama.

“Kami sedang mengikuti proses hukum di Pengadilan Negeri Bogor untuk mencapai keputusan berdasarkan gagal bayar yang disampaikan sesuai surat edaran pada bulan April 2020. Di situ dinyatakan bahwa dana tidak dapat dicairkan dan diperpanjang secara otomatis,” tambahnya.

 

Unjuk Rasa Korban KSP Sejahtera Bersama di PN Bogor: Tuntutan Restitusi Uang dan Penegakan Keadilan

 

Rahja menilai bahwa hal ini tidak seharusnya terjadi dalam koperasi. Anggota dijanjikan bahwa uang mereka akan dibayarkan secara cicilan selama 5 tahun, setiap 6 bulan sekali.

“Mereka menetapkan bahwa dana tidak dapat dicairkan tanpa persetujuan dari anggota, namun kesepakatan tersebut tidak dilaksanakan sepenuhnya. Bahkan cicilan kedua juga tidak dibayarkan sama sekali,” jelasnya.

“Kami berharap agar hakim dapat memutuskan dengan adil. Yang kami inginkan hanyalah pengembalian uang kami, meskipun tanpa bunga. Kami menanti keadilan,” pungkasnya. (Ry)

Memberikan Komentar anda