Beranda Berita Utama Polemik Pembangunan Bumi Ageung Batutulis di Kota Bogor: Desain yang Tidak Menghormati...

Polemik Pembangunan Bumi Ageung Batutulis di Kota Bogor: Desain yang Tidak Menghormati Jati Diri Sunda Masyarakat Menolak!

0

BHARATANEWS.ID | KOTA BOGOR – Sebuah kelompok masyarakat yang peduli terhadap pembangunan Bumi Ageung dan situs Batutulis Bogor dengan tegas menolak pembangunan yang dianggap tidak mencerminkan jati diri sunda.

Sikap ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang baru-baru ini disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) oleh DPRD Kota Bogor. Perda tersebut menekankan pentingnya menjaga identitas wilayah sebagai identitas masyarakat setempat.

Sejalan dengan hal tersebut, seorang Pengamat dan Aktivis Kebudayaan Sunda, TB. Lutfi Suyudi SE, menyatakan bahwa adanya polemik pembangunan Bumi Ageung Batutulis ini disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan jati diri Sunda. Masyarakat bukan menolak pembangunannya, tetapi menolak desainnya. Desain yang terlihat tidak mencerminkan jati diri masyarakat Sunda.

Baru-baru ini, kami telah mengirim surat kepada Walikota Bogor, DPRD Kota Bogor, dan Forkopimda untuk menyampaikan penolakan terhadap Bumi Ageung Batutulis ini. Masyarakat peduli Batutulis saat ini sedang menunggu tanggapan dari DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor, Bima Arya.

“Kelompok masyarakat peduli Batutulis sangat tegas menolak pembangunan Batutulis yang tidak sesuai dengan marwahnya,” tegas Lutfi.

Ketika saya melihat Bima Arya memberikan semboyan Rumawa Pusaka Kota, itu seharusnya tercermin di sini, pada Bumi Ageung Batutulis. Namun, saya melihat bahwa aspirasi dari budayawan kita semua tidak hanya sebatas nama belaka. Oleh karena itu, perlu benar-benar mencerminkan inspirasi proses elaborasi dan kolaborasi yang berkelanjutan dengan masyarakat Sunda.

Terlebih lagi, kita memiliki arsitektur lokal yang memahami sejarah Sunda di Kota Bogor. Mengapa mereka tidak memperhatikan hal itu? Saya melihat ada ketidakpedulian dari pemerintah kota dan DPRD Kota Bogor terhadap budayawan lokal.

“Oleh karena itu, masyarakat menolak agar desain ini mengacu dan mengikuti filosofi kesundaan serta menghargai arsitektur budaya lokal. Setiap elemen desain, termasuk gapura, minimal harus memiliki filosofi yang berasal dari masyarakat Kota Bogor, bukan kota lain,” pungkasnya. (Ry)

Memberikan Komentar anda