Beranda OPINI Psikolog dan Ilmuwan Psikologi Sakti-sakti; Implementasi Ilmu Belum Adanya Payung Hukum Pasti

Psikolog dan Ilmuwan Psikologi Sakti-sakti; Implementasi Ilmu Belum Adanya Payung Hukum Pasti

0

BHARATANEWS.ID | OPINI – Secara bahasa, psikologi berasal dari dua suku kata yakni psyche yang berarti jiwa dan logos mengandung arti ilmu pengetahuan. Sebab itu, psikologi cenderung diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa.

Psikologi yang merupakan suatu ilmu pengetahuan yang didapat dari pendekatan ilmiah dan memiliki dasar data yang empiris.

Kemudian individu-individu yang mempelajari dan menyelesaikan Strata 1 (S1) dan Strata 2 (S2) serta Strata 3 (S3) berbeda kewenangannya.

Disamping itu perlu diketahui, Psikolog sudah tentu Ilmuwan Psikologi akan tetapi Ilmuwan Psikologi belum tentu Psikolog.

Lingkup kewenangan Ilmuwan Psikologi adalah memberikan layanan psikologi dalam varian bidang psikologi diluar praktik layaknya seorang Psikolog. Ilmuwan Psikologi pecah dua cabang, ada yang termasuk kelompok ilmu murni (sains) dan terapan.

Sementara Psikolog merupakan individu yang telah menyelesaikan pendidikan profesi terkait dengan praktik psikologi dan dilatar belakangi dengan pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) sistem kurikukum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog).

Psikolog berwenang memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang praktik klinis dan konseling; penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan; intervensi sosial
dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelenggaraan asesmen; konseling; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; serta administrasi.

Disamping itu Psikolog diwajibkan mengantungi izin praktik psikologi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Di Indonesia yang mengorganisir kode etik psikologi adalah Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) sedangkan di Amerika, organisasi psikologinya bernama American Psychology Association (APA).

HIMPSI menerangkan bahwa Kode Etik Psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa setiap kegiatan psikologi yang dilakukan Ilmuwan Psikologi maupun Psikolog diatur dalam kode etik psikologi, termasuk kegiatan konseling berkenaan dengan kerahasiaan data.

Seorang konselor dalam menjalankan konseling dengan klien semestinya patuh dan tunduk serta mengikuti regulasi kode etik profesi.

Kemudian di Indonesia oleh HIMPSI menuangkan dalam Kode Etik Psikologi pada Bab 5 tentang “Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi”, pasal 23 termaktub rekam psikologi; pasal 24 terkait Mempertahankan Kerahasiaan Data; pasal 25 Mendiskusikan Batasan Kerahasiaan Data kepada Pengguna Layanan Psikologi; pasal 26 mengatur Pengungkapan Kerahasiaan Data; dan pasal 27 mengenai Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan Psikologi untuk Tujuan Pendidikan atau Tujuan Lain.

Disisi lain, sebagai nilai pembanding Asosiasi Psikologi Amerika pun melakukan aturan bertalian dengan hal tersebut yang termuat dalam Prinsip Etika Psikolog dan Kode Etik pada Bab 4 tentang Privasi dan Kerahasiaan termaktub; 4.01 Menjaga Kerahasiaan; 4.02 Membahas Batas Kerahasiaan; 4.03 Perekaman; 4.04 Meminimalkan Gangguan pada Privasi; 4.05 Pengungkapan; 4.06 Konsultasi; 4.07 Penggunaan Informasi Rahasia untuk Dikdaktik atau Tujuan Lain.

Disamping itu, pelbagai negara pengaturan profesi psikologi telah dilakukan setingkat undang-undang, Seperti di Amerika serikat, Kanada, Australia, New Zealand, Jerman, Belgia, Yunani, bahkan Filipina.

Sementara di Indonesia yang merupakan negara hukum ini, para Psikolog dan Ilmuwan Psikologi hanya diatur setingkat organisasi psikologi yakni oleh HIMPSI. Seharusnya ada supremasi hukum karena seluruh kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia senantiasa berdasarkan atas hukum.

Melansir BeritaSatu.com, Ketua Umum HIMPSI Prof. Dr. Seger Handoyo mengungkapkan “Setelah berkiprah selama 61 tahun, kiranya penting mempunyai legalitas untuk melindungi masyarakat dan profesi psikologi di Indonesia, mengingat bahwa penempatan sumber daya manusia yang unggul dalam rangka pembangunan Indonesia membutuhkan keikutsertaan tenaga psikologi yang profesional dan bertanggung jawab”.

Berdasarkan pernyataan dari Ketua Umum HIMPSI tersebut berarti selama ini para Psikolog dan Ilmuwan Psikologi mengimplementasikan keilmuannya tanpa ada payung hukumya; tidak ada supremasi hukum.

Dengan demikian tidak mengherankan terjadi kasus seperti yang dilakukan oknum Psikolog bernama Sherly Solihin dan klinik tempatnya bekerja yaitu ICAC Profesional Service yang digugat oleh kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2013 silam, atas dasar mengeluarkan rekam medis hasil konseling.

Bahkan lebih parahnya lagi, Oknum tersebut membuat rekam medis tidak berdasarkan dari
sesi konseling yang dilakukan konselor (Oknum Psikolog tergugat) dan kliennya.

Dilain kasus pada 2020 lalu, seorang Doktor Psikologi bernama Dedy Susanto dilaporkan oleh kliennya atas dugaan tindakan melawan hukum yakni penipuan sebagai Psikolog palsu serta diduga melancarkan aksi pelecehan seksual kepada kliennya. Dedy Susanto diduga kuat melakukan praktik Psikologi melampaui batas kewenangannya sebagai Doktor Psikologi.

Pada saat ini, Rancangan Undang-Undang Praktik Psikologi sedang disusun oleh Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan seharusnya mempertimbangkan pula naskah akademik bentukan HIMPSI.

Sementara penulis mengharapkan Undang-undang Praktik Psikologi tidak tumpang tindih agar terciptanya supremasi hukum bagi Ilmuwan Psikologi dan Psikolog serta terciptanya kenyamanan antara konselor dan klien.

Selain itu, hipotesa penulis apabila telah ada Undang-undang Praktik Psikologi tentu menekan potensi munculnya oknum-oknum baru.

Nama : Damar Wahyu Aji
Fakultas : Psikologi
Universitas Gunadarma

Memberikan Komentar anda