Beranda OPINI Dampak Kebijakan Kartu Prakerja Terhadap Sosial, Ekonomi dan Masyarakat

Dampak Kebijakan Kartu Prakerja Terhadap Sosial, Ekonomi dan Masyarakat

0

BHARATANEWS.ID | OPINI – Program Prakerja merupakan program yang digagas oleh Presiden Jokowi dalam kampanye Pilpres 2019 lalu, program ini menjadi perdebatan publik karena dituding membagi-bagikan dana secara cuma-cuma kepada pengangguran.

Sedangkan menurut Presiden Jokowi sendiri berdasarkan pada tanggal 16 Agustus 2019 beliau menyatakan bahwa program prakerja merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga nantinya dapat maju karena memiliki SDM yang berkualitas tinggi.

Dalam pelaksanaan program ini sendiri, program ini secara resmi memiliki landasan hukum melalui disahkanya Perpres No.36 Tahun 2020 tentang pengembangan Kompetensi Kerja melalui program kartu Prakerja.

Akan tetapi, pada tahun 2020 pandemi melanda tanah air yang mengakibatkan perekonomian nyaris terhenti. Dalam konteks Indonesia, wabah Covid-19 menghantam keras perekonomian kita. Gelombang Pemutusan Hak Kerja (PHK) merebak di sejumlah sektor, mulai sektor parawisata, transportasi, perdagangan, konstruksi, dan lain sebagainya. Selain itu, daya tahan ekonomi di sektor informal relatif rapuh, terutama yang bergantung pada penghasilan harian.

Oleh karenanya, sebagai bagian dari implementasi Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 untuk memberikan perlindungan sosial dan menanggulangi dampak pandemi terhadap perekonomian nasional.

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp. 405,1 triliun, dan Rp. 110 triliun diantaranya dialokasikan untuk Program Kelurga Harapan/PKH, Program Kartu Sembako, Pembebasan Tarif Listrik untuk Gol.450VA dan diskon 50% untuk Gol.900VA, Insentif untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah/MBR, Kartu Prakerja, dan yang lainnya sebagai jaring pengaman sosial (social safety net).

Program Kartu Prakerja yang semula
dialokasikan Rp. 8-10 triliun, dinaikkan 2 kali lipat menjadi Rp.20 triliun dengan target penerima 5,6 juta jiwa. Adapun prioritas yang menjadi sasaran ialah karyawan yang terkena PHK, pekerja informal dan pelaku UMKM yang terdampak Covid-19.

Sebenarnya pemerintah ingin menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih berkualitas dengan pelatihan. Namun, ditengah pandemi Covid-19 ini, logika Kartu Prakerja tidak tepat digunakan. Sebab tak ada jaminan bahwa pekerja yang telah dilatih mendapatkan pekerjaan baru, apalagi ditengah kondisi ekonomi yang sedang terpuruk.

Dalam prespektif penulis sendiri hal ini merupakan hal yang tidak efektif dan hanya akan membuang-buang uang saja karena tidak ada jaminan pekerjaan baru.

Menurut penulis ada berapa dampak yang ditimbulkan dengan kebajikan ini adapun dampak
yang ditimbulkan mencakup sosial, ekonomi dan politik. Pada ekonomi sendiri, adanya kartu prakerja ini dapat menjadi bantalan ekonomi sementara untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena program ini memberikan insentif pada masyarakat
yang menggunakan program ini.

Pada sosial sendiri kartu prakerja ini membantu masyarakat meningkatkan skill mereka terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan berkurangnya tingkat pengangguran dikarenakan banyak yang diserap tenaga kerja.

Pada politik sendiri kartu prakerja ini merupakan kebijakan yang sangat membantu pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia sehingga kedepannya sumber daya manusia Indonesia lebih maju dan memiliki daya saing global.

Berdasarkan uraian di atas penulis memiliki kesimpulan sebagai berikut Implementasi
Kebijakan Program Kartu Prakerja yang sedang berjalan di tengah Pandemi Covid-19 perlu untuk segera dilakukan evaluasi.

Mulai dari ketidaktepatan program sebagai jaring pengaman sosial, apalagi dalam mencapai target awal untuk meningkatan kualitas dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi pasar kerja Indonesia kedepan, transparansi dan akuntabilitas pemilihan mitra penyedia layanan pelatihan kerja, validitas data yang lemah terkait sasaran program, pengawasan anggaran, koordinasi antar instansi terkait dan payung hukum.

Hadirnya Kartu Prakerja di tengah pandemi Covid-19 seolah dipaksakan pemerintah dalam memberdayakan pekerja terdampak PHK,
Pelaku Usaha Mikro dan Kecil. Padahal mereka yang terdampak, saat ini lebih membutuhkan dana
riil sebagai bantuan sosial, bukan malah pelatihan (online). Kartu Prakerja tidak akan menyerap lapangan pekerjaan dan menjawab persoalan utama pengangguran, sebab baik sektor formal maupun informal menjadi korban terdampak Covid-19. Selain itu, anggaran Kartu Prakerja Rp.5,6 triliun hendaknya dapat direalokasi untuk sektor lain selama pandemi Covid-19 dan dilakukan pengawasan secara ketat. Anggaran sebesar itu, dinilai hanya sekedar mempertebal kantong platform digital yang menjadi mitra penyedia layanan pelatihan. Kartu Prakerja ialah sebuah konsep yang baik, tetapi tak mencukupi untuk menjawab seluruh persoalan ketenagakerjaan kita.

Pelatihan yang ditawarkan dalam rangka meningkatkan kompetensi angkatan kerja memang memiliki sisi kualitas dari supply angkatan kerja. Tetapi, selama permintaan terhadap tenaga kerja tidak ditingkatkan, lapangan kerja tidak diciptakan, persoalan pengangguran akan terus menghantui perekonomian, apalagi ini terjadi di tengah pandemi Covid-19.

 

Tulisan ini dibuat serta menjadi tanggungjawab :

Nama : Risqa Hanum Dwi Takwadika
Prodi : Administrasi Publik
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Memberikan Komentar anda